Pengaruh Batik yang sudah menjadi Kebudayaan di Dunia
Rabu, 25 Juli 2018
1
komentar
Bab I
Pendahuluan
1.
1. Latar
Belakang
Sejarah perkembangan batik kita tidak lepas dari pengaruh
masyarakat dahulu, sebagaimana diteliti, batik Indonesia berhubungan erat
dengan kerajaan Majapahit. Batik Indonesia mulai berkembang pada abad ke-18 dan
19, yang mula-mulanya berkembang di pulau Jawa.
Mulanya batik itu hanya
berkembang di linkungan keraton saja, yang dikerjakan dan digunakan oleh warga
di lingkungan keraton saja. Lama-kelaman batik meluas sampai keluar dari
lingkungan keraton, yang menjadi pekerjaan wanita rumah tangga untuk mengisi
waktu senggang mereka.akhirnya batik yang dulunya hanya digunakan oleh
masyarakat keraton, setelah itu meluas dan digunakan oleh seluruh
masyarakat. Tahap perkembangan batik di indonesia pun melalui beberapa
tahap yaitu tahap pertama pada zaman majapahi, zaman penyebaran islam,
munculnya pembatikan di Indonesia, pembuatan batik diluar jawa, dan sampai
batik dikenal oleh dunia internasional.
Perwakilan RI di negara anggota Tim Juri (Subsidiary Body),
yaitu di Persatuan Emirat Arab, Turki, Estonia, Mexico, Kenya dan Korea Selatan
serta UNESCO-Paris, memegang peranan penting dalam memperkenalkan batik secara
lebih luas kepada para anggota Subsidiary Body, sehingga mereka lebih seksama
mempelajari dokumen nominasi Batik Indonesia.
UNESCO mencatat Batik Indonesia dan satu usulan lainnya dari Spanyol merupakan
dokumen nominasi terbaik dan dapat dijadikan contoh dalam proses nominasi mata
budaya tak-benda di masadatang.
UNESCO mengakui bahwa Batik Indonesia mempunyai teknik dan
simbol budaya yang menjadi identitas rakyat Indonesia mulai dari lahir sampai
meninggal, bayi digendong dengan kain batik bercorak simbol yang membawa
keberuntungan, dan yang meninggal ditutup dengan kainbatik. .
UNESCO memasukkan Batik Indonesia ke dalam Representative List
karena telah memenuhi kriteria, antara lain kaya dengan simbol-simbol dan
filosofi kehidupan rakyat Indonesia.
1.
2. Rumusan
Masalah
Untuk lebih memahami tentang pengaruh perubahan sosial akibat
budaya batik yang meluas , ada baiknya untuk kita mengkaji lebih dalam lagi
tentang asal usul batik itu sendiri.
2.1 Apa itu yang disebut dengan budaya batik
Disini kami akan membahas apa yang dimaksud dengan budaya batik
itu sendiri. Termasuk pengertian batik, dan jenis jenis batik.
2.2 Bagaimana historis batik itu sendiri
Disini kami membahas bagaimana sejarah perkemabangan batik dari
zaman ke zaman hingga meluas ke dunia internasional.
2.3 Apa pengaruh perubahan social yang ditimbulkan dari
budaya batik itu sebelum budaya batik menjadi budaya Internasional ?
Disini kami akan membahas bagaimana pengaruh perubahan sosial
sebelum batyik itu mendunia. Bagaimana pula peranan batik itu sendiri bagi
masyarakat indonesia, serta seberapa penting batik bagi masyarakat
indonesia.
2.4 Apa pengaruh perubahan social yang ditimbulkan
dari budaya batik itu setelah menjadi budaya yang bertaraf
Internasional ?
Disini kami akan membahas bagaimana pengaruh perubahan sosial
sesudah batik itu mendunia. Bagaimana pula peranan batik itu sendiri bagi
masyarakat indonesia, serta seberapa penting batik bagi masyarakat
indonesia.
2.5 Bagaimana power atau nilai plus dari corak batik itu,
sehingga budaya batik menjadi budaya yang bertaraf Internasional ?
Dirumusan masalah yang terakhir ini kami akan memaparkan
kekuatan dari nilai batik. Dimana kekuatan dari batik inilah yang menjadi ciri
khas batik indonesia hingga menembus angka penjualan internasional di dunia
1.
3. Tujuan
penulisan
Didalam pembuatan makalah ini, terdapat unsur-unsur tertemtu
yang dianggap sangat penting. Selain memberikan gambaran tentang nilai
batik, kita juga mengetahui konsep-konsep perubahan sosial masyarakat.
Ada pun tujuan penulisan meliputi:
3.1 Makalah ini kami buat sebagai bahan referensi bagswai
kami selaku mahasi
3.2 Mengetahui sejauh manakah peran batik bagi kehidupan
sosial masyarakat, sebagai bahan pembelajaran. Serta mengetahui bagaimana batik
itu memberikan dampak yang sangat besar bagi masyarakat Indonesia.
3.3 Melalui makalah ini diharapkan agar kita semua
mengetahui bahwa batik itu adalah budaya kita yang harus dijaga serta
diaplikasikan didalam kehidupan sehari-hari. Selain itu batik juga merupakan
ciri khas negara Indonesia.
Bab
II
TINJAUAN PUSTAKA
Menurut Benedetto Croce (1951)
sejarah merupakan rekaman kreasi jiwa manusia di semua bidang baik teioritikal
maupun pratikal. Kreasi spiritual ini senantiasa lahir dalam hati dan pikiran
manusia yang mengutamakan tindakan dan pembaru agama.
Kebudayaan bagi Edward B. Taylor yakni keseluruhan yang kompleks,
yang didalamnya terkandung pengetahuan, kepercyaan, kesenian, moral, hukum,
adat istiadat, dan kemampuan – kemampuan lain yang di dapat oleh seseorang
sebagai anggota masyarakat.
Menurut Hirschman perubahan sosial budaya adalah sebuah
gejala berubahnya struktur sosial dan pola budaya dalam suatu masyarakat yang
terjadi sepanjang masa dalam setiap masyarakat. Perubahan itu terjadi sesuai dengan hakikat
dan sifat dasar manusia yang selalu ingin mengadakan perubahan serta akibat
beberapa factor diantaranya yaitu, komunikasi, cara dan pola pikir masyarakat.
Faktor internal seperti perubahan jumlah penduduk, penemuan baru, terjadinya
konflik atau revolusi, dan faktor eksternal seperti bencana alam dan perubahan
iklim, peperangan, dan pengaruh kebudayaan masyarakat lain.
Max Weber mengatakan
akibat daripada sistem gagasan, sistem pengetahuan, sistem kepercayaan yang
justru terjadinya perubahan. Dari perubahan tersebut akan timbulnya tatanan
masyarakat dari yang semula tradisional agraris menuju ke masyarakat yang lebih
modern. Pengaruh perubahan sosial terjadi adanya penerimaan masyarakat pada
perubahan sikap masyarakat yang bersangkutan.
BAB
III
Pembahasan
3.1 Apa itu yang disebut dengan
budaya batik
Kata batik cukup populer
dikalangan masyarakat Indonesia khususnya Jawa. Ikhwal orang yang
memperkenalkan kata batik dalam dunia International tidak diketahui dengan
jelas. Berdasarkan catatan sejarah, pada tahun 1705 seorang Belanda bernama
Chastelain telah menggunakan istilah “batex” (batik) dalam laporannya kepada
Gubernur Belanda Rijcklof Van Goens (Veldhuisen, 1999: 22). Menurut Hamzuri
dalam bukunya yang berjudul Batik Klasik menyatakan bahwa : Batik adalah cara
untuk memberi hiasan pada kain dengan cara menutupi bagian-bagian
tertentu dengan menggunakan perintang. Zat perintang yang sering digunakan
ialah lilin atau malam.kain yang sudah digambar
dengan menggunakan malam kemudian diberi warna dengan cara pencelupan.setelah
itu malam dihilangkan dengan cara merebus kain. Akhirnya dihasilkan sehelai
kain yang disebut batik berupa beragam motif yang mempunyai sifat-sifat khusus
(1981: VI).
Berdasarkan pengertian batik diatas, dapat dikatakan jika suatu
kain mengunakan lilin dan malam dalam pengerjaannya walaupun tidak mempunyai
corak batik, sudah dapat dikatakan sebagai kain batik. Sebaliknya, walaupun
kain itu bermotif batik, tapi dalam pengerjaannya tidak menggunakan lilin dan
malam tidak disebut dengan batik. Mengenai penulisan kata “batik” menurut
Kalinggo Hanggopuro (2002, 1-2) di dalam buku Bathik merupakan Busana Tatanan
dan Tuntunan. Ia menuliskan bahwa, para penulis terdahulu menggunakan
istilah batik yang sebenarnya ditulis dengan kata “batik” akan tetapi
seharusnya “ bathik”. Hal ini mengacu pada huruf Jawa “tha” bukan “ta” dan
pemakaian bathik sebagai rangkaian dari titik adalah kurang tepat atau
dikatakan salah.
3.2 Sejarah Batik
Sejarah perkembangan batik kita tidak lepas dari pengaruh
masyarakat dahulu, sebagaimana diteliti, batik Indonesia berhubungan erat
dengan kerajaan Majapahit. Batik Indonesia mulai berkembang pada abad ke-18 dan
19, yang mula-mulanya berkembang di pulau Jawa.
Mulanya batik itu hanya berkembang di linkungan keraton saja,
yang dikerjakan dan digunakan oleh warga di lingkungan keraton saja.
Lama-kelaman batik meluas sampai keluar dari lingkungan keraton, yang menjadi
pekerjaan wanita rumah tangga untuk mengisi waktu senggang mereka.akhirnya
batik yang dulunya hanya digunakan oleh masyarakat keraton, setaelah itu meluas
dan digunakan oleh seluruh masyarakat.
Berikut ini beberapa tahap perkembangan batik indonesia,
yaitu:
1.
Zaman Majapahit
Batik yang telah menjadi
kebudayaan di kerajaan Majahit, dapat ditelusuri di daerah Mojokerto dan
Tulunggung. Ciri khas batik ini hampir sama dengan batik-batik keluaran
Yogyakarta, yaitu dasarnya putih dan warna coraknya coklat muda dan biru tua.
Saat berkecamuknya clash antara
tentara kolonial Belanda dengan pasukan-pasukan pangeran Diponegoro, sebagian
dari pasukan Kyai Mojo mengundurkan diri ke arah timur (sekarang bernama
Majan). Sejak zaman penjajahan Belanda hingga zaman kemerdekaan ini desa Majan
berstatus desa Merdikan (Daerah Istimewa), dan kepala desanya seorang kiyai
yang statusnya tirun-temurun. Pembuatan batik Majan ini merupakan naluri
(peninggalan) dari seni membuat batik zaman perang Diponegoro itu.
1.
Zaman Penyebaran Islam
Perkembangan batik Indonesia selanjutnya berkembang pada masa
perkembangan islam ayaitu di daerah Ponorogo. Yang membawa islam kedaerah
Ponorogo ini yaitu Raden Kotong (adik Raden Patah). Waktu itu seni batik baru
terbatas dalam lingkungan keraton. Oleh karena putri keraton Solo menjadi istri
Kyai Hasan Basri maka dibawalah ke Tegalsari dan diikuti oleh
pengiring-pengiringnya. Di samping itu banyak pula keluarga keraton Solo
belajar di pesantren ini. Peristiwa inilah yang membawa seni batik keluar dari
keraton menuju ke Ponorogo. Pembuatan batik cap di Ponorogo baru dikenal
setelah perang dunia I yang dibawa oleh seorang Cina bernama Kwee Seng dari
Banyumas. Daerah Ponorogo awal abad ke-20 terkenal batiknya dalam pewarnaan
nila yang tidak luntur dan itulah sebabnya pengusaha-pengusaha batik dari
Banyumas dan Solo banyak memberikan pekerjaan kepada pengusaha-pengusaha batik
di Ponorogo
1.
Pembatikan di Jakarta
Sejak zaman sebelum Perang Dunia I (PD I), Jakarta telah menjadi
pusat perdagangan antar daerah di Indonesia. Setelah PD I (saat proses
pembatikan cap mulai dikenal), produksi batik meningkat dan pedagang-pedagang
batik mencari daerah pemasaran baru. Daerah pemasaran untuk tekstil dan batik
di Jakarta yang terkenal ialah: Tanah Abang, Jatinegara dan Jakarta Kota.
Batik-batik produksi daerah Solo, Yogya, Banyumas, Ponorogo, Tulungagung,
Pekalongan, Tasikmalaya, Ciamis dan Cirebon serta lain-lain daerah, bertemu di
Pasar Tanah Abang. Dari sini baru dikirim ke daerah-daerah di luar Jawa. Oleh
karena pusat pemasaran batik sebagian besar di Jakarta, khususnya Tanah Abang,
dan juga bahan-bahan baku batik diperdagangkan di tempat yang sama, maka timbul
pemikiran dari pedagang-pedagang batik itu untuk membuka perusahaan batik di
Jakarta. Tempat yang dipilih berdekatan dengan Tanah Abang. Pengusaha-pengusaha
batik yang muncul sesudah PD I, terdiri dari bangsa Cina, dan buruh-buruh
batiknya didatangkan dari daerah-daerah pembatikan Pekalongan, Yogya, dan Solo.
1.
Pembatikan di Luar Jawa
Sumatera Barat termasuk daerah konsumen batik sejak zaman
sebelum PD I, terutama batik-batik produksi Pekalongan, Solo, dan Yogya.
Di Sumatera Barat yang berkembang terlebih dahulu adalah industri tenun tangan
yang terkenal tenun Silungkang dan tenun Plekat. Pembatikan mulai berkembang di
Padang setelah pendudukan Jepang. Sejak putusnya hubungan antara Sumatera
dengan Jawa waktu pendudukan Jepang, persediaan batik yang ada pada pedagang batik
sudah habis. Ditambah lagi setelah kemerdekaan Indonesia, hubungan antara kedua
pulau bertambah sulit. Semua ini akibat blokade-blokade Belanda. Maka
pedagang-pedagang batik yang biasa berhubungan dengan pulau Jawa mencari jalan
untuk membuat batik sendiri.
Dengan hasil karya sendiri dan penelitian yang seksama, dari
batik-batik yang dibuat di Jawa, ditirulah pembuatan pola-polanya dan
diterapkan pada kayu sebagai alat cap. Obat-obat batik yang dipakai juga hasil
buatan sendiri yaitu dari tumbuh-tumbuhan seperti mengkudu, kunyit, gambir,
dammar, dan sebagainya. Bahan kain putihnya diambilkan dari kain putih bekas
dan hasil tenun tangan. Perusahaan batik pertama muncul yaitu daerah Sampan
Kabupaten Padang Pariaman tahun 1946 antara lain; Bagindo Idris, Sidi Ali, Sidi
Zakaria, Sutan Salim, Sutan Sjamsudin dan di Payakumbuh tahun 1948 Sdr. Waslim
(asal Pekalongan) dan Sutan Razab.
1.
Batik Indonesia dikenal oleh dunia internasional
Perwakilan RI di negara anggota Tim Juri (Subsidiary Body),
yaitu di Persatuan Emirat Arab, Turki, Estonia, Mexico, Kenya dan Korea Selatan
serta UNESCO-Paris, memegang peranan penting dalam memperkenalkan batik secara
lebih luas kepada para anggota Subsidiary Body, sehingga mereka lebih seksama
mempelajari dokumen nominasi Batik Indonesia.
UNESCO mencatat Batik Indonesia dan satu usulan lainnya dari Spanyol merupakan
dokumen nominasi terbaik dan dapat dijadikan contoh dalam proses nominasi mata
budaya tak-benda di masadatang.
UNESCO mengakui bahwa Batik Indonesia mempunyai teknik dan
simbol budaya yang menjadi identitas rakyat Indonesia mulai dari lahir sampai
meninggal, bayi digendong dengan kain batik bercorak simbol yang membawa
keberuntungan, dan yang meninggal ditutup dengan kainbatik. UNESCO memasukkan
Batik Indonesia ke dalam Representative List karena telah memenuhi kriteria,
antara lain kaya dengan simbol-simbol dan filosofi kehidupan rakyat Indonesia.
Jenis- jenis batik Indonesia meliputi :
1.
Batik klasik
Batik klasik merupakan suatu karya seni yang bersifat kuno atau
tradisi yang memiliki kadar keindahan tinggi. Berkembang pesat dan mencapai
puncaknya serta tidak luntur sepanjang masa, karena bermakna filosofis, yaitu
mengandung unsur-unsur ajaran hidup yang banyak digunakan khususnya
Keindahan batik klasik terletak pada susunan motif, warna, pola
dan teknik pembuatannya yang sangat sempurna, motifnya banyak yang menerapkan
motif gubahan (slitiran) baik bentuk binatang, batu-batuan, awan, air,
tumbuhan, gunung api dan sebagainya (Hamzuri,1981:36). Batik di Indonesia telah
mengalami perkembangan desain sebagai akibat dari perpaduan dengan berbagai
budaya yang pernah masuk ke Nusantara.
Keindahan batik klasik ada 2 macam, yaitu:
1) Keindahan visual, yaitu rasa indah yang diperoleh karena
perpaduan yang harmoni dari susunan bentuk dan warna melalui penglihatan panca
indera.
2) Keindahan jiwa atau filosofi, yaitu rasa indah yang diperoleh
karena susunan arti atau lambang yang membuat gambar sesuai dengan paham yang
dimengerti (Susanto, 1980: 179)
Batik klasik dibuat untuk mewujudkan nilai-nilai budaya
Jawa merupakan batik yang dipengaruhi oleh nilai tradisi Jawa dan didukung oleh
kalanga bangsawan karaton Yogyakarta dan Surakarta (Hasanudin, 2001: 21). Dalam
budya Jawa, khususnya di lingkungan Karaton, terdapat ketentuan yang menyangkut
keluarga raja dan pejabat karaton dalam bertindak, berbicara, dan berpakaian
agar sesuai dengan aturan karaton. Karaton memandang perlu untik membuat aturan
supaya kedudukan raja tetap kuat dan mutlak. Kehalusan bukan saja dalam bahasa
tetapi juga diwujudkan dalambahasa rupa. Memilih kain, menetapkan corak,
menggambarkan ragam hias, dan memilih warna terkait dengam tujuan pencapaian
tingkatan yang lebih halus, khususnya bagi lingkungan karaton. Ketetapan raja
yang menyangkut busana karaton dapat diartikan sebagai perintah untuk
meningkatka ketrampilan, kerajinan, dan kehalusandalam tata busana karaton,
khususnya kain batik. Salah satu aturan yang melarang pemakaian corak batik
tertentu dikeluarkan pada tahun 1769 di Surakarta oleh Paku Buwana III (1749-1788):
Menurut Pangageng Sasana
Pustaka Karaton Kasunanan Surakarta Gusti Pangeran Haryo Puger antara batik dan
upacara adat keduanya salingmelengkapi, karena masyarakat menganganggap batik
sudah menjadi satu kesatuan yang yang tidak dapat dipisahkan.turun-temurun dan
sudah menjadi kebiasaan yang dianut leh masyarakat, diadopsi dari adat karaton.
1.
Batik modern
Pada zaman modern ini,
pakaian batik sudah banyak mengalami revolusi. Ada banyak sekali design baju
batik yang telah mengalami perubahan ke design model baju batik modern
untuk dapat mengimbangi fashion. Design lebih indah dan modis mulai dibentuk.
Perkembangan batik ini telah mendapat tempat yang baik di masyarakat. Sekarang,
orang-orang pergi ke pesta mewah sekalipun telah menggunakan batik sebagai
pakaian maupun gaunnya. Bahkan para pejabat Negara, pegawai negeri, siswa
sekolahpun di wajibkan untuk memakai seragam batik pada hari-hari tertentu.
Supaya budaya batik ini
dapat bertahan, maka banyak design model baju batik modern dengan corak baru
muncul untuk semakin memperkaya pilihan kepada para konsumen. Dengan
menggabungkan konsep tradisional dan modern, batik mampu membuat gebrakan mode di tanah air Indonesia. Dan semoga hal ini
terus berlanjut. Bahkan sekarang batik dibuat juga dalam bentuk jaket, sandal,
tas, dan masih banyak lagi.
3.3 Pengaruh
masyarakat terhadap batik sebelum batik menjadi budaya Internasional
Batik adalah warisan budaya khas Indonesia. Sejarah
keberadaannya dan pertumbuhan tidak dapat dibantah. Batik telah ada sejak zaman
kerajaan Majapahit dan kemudian memperluas tepat di masa kerajaan Mataran,
Solo, dan Yogyakarta. Tidak hanya di Jawa, batik juga telah tumbuh dan
berkembang di Pulau Sumatera. Selain itu, pengakuan UNESCO pada 2 Oktober
2009, bahwa batik adalah asli dan tidak berwujud warisan budaya Indonesia telah
mencabut klaim Malaysia. Sebagai pewaris batik dan pemilik. Lebih dari sekedar
warisan budaya, batik juga telah menjelma menjadi industri dengan kontribusi
tinggi terhadap perekonomian nasional. Selain itu, jumlah tenaga kerja dalam
kelompok industri (TPT) adalah 1,62 juta orang memang. Nilai ekspor batik
bahkan mencapai US $ 32.280.000 pada tahun 2008, dan US $ 10.860.000 dalam tiga
bulan pertama tahun 2009.
Tidak ada salahnya jika kita mengucapkan terimakasih kepada
Malaysia yang telah mengklaim batik sebagai warisan budayanya. Faktanya klaim
itu sendiri berfungsi sebagai pelopor tumbuhnya kembali jiwa Nasionalisme
bangsa kita yang sempat tersurut. Harus diakui bahwa klaim Malaysia atas batik
sangat meresahkan perajin batik Indonesia. Klaim tersebut secara tidak langsung
menjadi pemicu lahirnya Forum Masyarakat Batik Indonesia di Jakarta. Forum ini
sadar bahwa generasi batik masa lampau hanya melihat kompetisi antarperajin di
dalam negeri. Kini, sudah saatnya perajin batik bersatu, menunjukkan eksistensi
bahwa batik adalah warisan budaya Indonesia. Meskipun Menteri Koordinator
Kesejahteraan Rakyat (waktu itu, dalam Kabinet Indonesia Bersatu I) Aburizal
Bakrie menyatakan bahwa usulan nominasi batik ke Unesco bukan reaksi terhadap
Malaysia, melainkan untuk kepentingan pengembangan batik Indonesia di pasar
Internasional. Namun demikian, setidaknya klaim Malaysia tersebut menjadi salah
satu pemicunya.
Dahulu sebelum batik menjadi budaya internasional batik hanyalah
sebuah kesenian gambar diatas kain untuk pakaian yang menjadi salah satu
kebudayaaan raja-raja Indonesia zaman dulu. Awalnya batik dikerjakan hanya
terbatas dalam keraton saja dan hasilnya untuk pakaian raja dan keluarga serta
para pengikutnya. Oleh karena banyak dari pengikut raja yang tinggal di luar keraton,
maka kesenian batik ini dibawa oleh mereka keluar keraton dan dikerjakan di
tempatnya masing-masing. Lama-lama kesenian batik ini ditiru oleh rakyat
terdekat dan selanjutnya meluas menjadi pekerjaan kaum wanita dalam rumah
tangganya untuk mengisi waktu senggang. Selanjutnya, batik yang tadinya hanya
pakaian keluarga keraton, kemudian menjadi pakaian rakyat yang digemari, baik
wanita maupun pria.
Tidak hanya itu saja sebelum batik menjadi budaya imternasional
batik hanya berperan sebagai budaya nasional. Menilik dari sejarahnya, batik
telah mengakar dalam sejarah bangsa Indonesia. Batik tidak hanya tumbuh dan
berkembang di pulai Jawa, tetapi juga di luar pulai Jawa seperti Padang di
pulau Sumatera. Corak dan motif batik yang sangat beragam, menunjukkan kekhasan
masing-masing daerah. Motif-motif tersebut tidak hanya menjadi ciri khas
daerah, tetapi juga menjadi simbol budaya daerah tersebut. Di Jawa Timur saja,
misalnya, motif dan warna dasar batik Surabaya, berbeda dengan batik Malang
atau Mojokerto. Motif-motif batik Surabaya mewakili budaya Surabaya sebagai
daerah pesisir, sementara batik Malang tentu saja menggambarkan budaya
masyarakat Malang yang sejuk.
Batik telah mendarah daging dalam perjalanan bangsa Indonesia.
Maka wajar jika kemudian kita marah, bahkan sangat geram, terhadap klaim
Malaysia atas batik kita (dan juga klaim Malaysia atas kebudayaan kita yang
lain, misalnya tari pendet, angklung, reog, lagu rasasayange, dan sebagainya).
Kita harus mengakui sebelum batik menjadi budaya internasional
di negara kita semangat untuk mempatenkan motif batik di daerah-daerah
sangatlah minim. Jadi tidak heran sangatlah muda bagi malaysia untuk mencuri
kebudayaan itu. Demi memiliki identitas, negara itu gencar mengklaim batik,
reog, tari pendet, beberapa judul lagu, dan angklung sebagai milik sendiri.
Kita desak Malaysia meminta maaf. Dengan bermacam dalih, mereka meminta maaf
walaupun pada saat bersamaan terus mencari celah kelalaian kita. Dalam iklan
pariwisata malaysia, mereka pernah menyebutkan bahwa kita bangsa indonesia
bangga atas kekayaan budaya kita, namun sebelumnya kita tidak mengenali dan
memanfaatkannya.
Kata kuncinya kelalaian.
Kita lalai tidak mengenal budaya sendiri, alih-alih mengurus
hak kekayaan intelektual dan hak cipta. Sementara Malaysia, yang bangga atas
kemajuan ekonomi, bermasalah ketika tidak memiliki identitas budaya. Padahal
sebuah bangsa menjadi besar jika memiliki identitas yang kuat. Untuk
menghindarkan klaim negara lain terhadap produk budaya nasional, Indonesia
perlu segera mematenkannya di lembaga internasional. Kalau lalai, negara lain
seperti Malaysia akan mengklaimnya sebagai produk budaya mereka. Hal ini
menunjukkan betapa pentingnya urgensi dan proaktifnya pendataan dan
perlindungan hak cipta atas karya pribadi dan hak paten atas karya manual.
Kalau kita lalai tidak hanya budaya kekayaan budaya hilang, bahkan berakibat
buruk hilangnya identitas budaya kita.
Dari sisi teknologi
sebelum batik menjadi budaya internasional, para pengusaha industri batik
umumnya belum melakukan perbaikan sistem dan teknik produksi agar lebih
produktif dan mutunya bisa sama untuk setiap lembar kain batik. Itu belum
termasuk pemakaian zat warna alam yang masih belum mendapat hasil stabil satu
sama lain. Dilihat dari sisi ketersediaan bahan baku sutera, jumlahnya
masih kurang dari permintaan pasar. Selain itu, serat dan benang sutera umumnya
masih impor. Dari sisi pemasaran, adalah tantangan dari negara pesaing yang
semakin meluas antara lain dari Malaysia, Thailand, Singapura, Vietnam, Afrika
Selatan dan Polandia. Segi pemasaran batik Indonesia juga belum fokus untuk
mengangkat batik Indonesia sebagai high fashion dunia.
Prosedur yang ditempuh untuk pengakuan batik dilakukan sesuai Konvensi Unesco
tahun 2003 tentang Warisan Budaya Tak Benda. Konvensi Unesco tersebut telah
diratifikasi oleh pemerintah melalui PP Nomor 78 Tahun 2007 dan, terhitung 15
Januari 2008, Indonesia resmi menjadi Negara Pihak Konvensi. Dengan demikian,
Indonesia berhak menominasikan mata budayanya untuk dicantumkan dalam daftar
representatif Unesco.
UU. Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta menjamin perlindungan
hak kekayaan intelektual komunal ataupun personal. Daerah diberi kebebasan
mendaftarkan agar mendapat perlindungan sebagai kekayaan budaya bangsa. Upaya
itu sudah dilakukan Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan
Pemprov Bali. DIY menyangkut batik gaya Yogyakarta, sedangkan Bali terkati
dengan tarian dan tetabuhan musik. Dalam UU ini, hak cipta didefinisikan
sebagai, “Hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau
memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi
pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku” (pasal
1 ayat 1).
Seolah jendela dunia bisnis terbuka lebar ketika pada 2 Oktober
2009 lalu, UNESCO mendeklarasikan batik Indonesia sebagai warisan budaya dunia.
Sejatinya, inilah tantangan bagi kita untuk mengangkat batik sebagai salah satu
pilar ekonomi rakyat. Deklarasi itu ternyata mampu membangkitkan spirit
“berbatik ria” di masyarakat Indonesia. Kabarnya, penjualan batik di sejumlah
gerai batik laku keras alias laris manis. Inilah euforia batik. Dengan bahasa
lebih bening, euforia batik bakal lebih mendatangkan aura positif bagi
pertumbuhan dan pengembangan perekonomian nasional.
3.4 pengaruh masyarakat
terhadap batik sesudah batik menjadi budaya internasional
UNESCO mengakui bahwa Batik Indonesia mempunyai teknik dan
simbol budaya yang menjadi identitas rakyat Indonesia mulai dari lahir sampai
meninggal, bayi digendong dengan kain batik bercorak simbol yang membawa
keberuntungan, dan yang meninggal ditutup dengan kainbatik. UNESCO memasukkan
Batik Indonesia ke dalam Representative List karena telah memenuhi kriteria,
antara lain kaya dengan simbol-simbol dan filosofi kehidupan rakyat Indonesia,
memberi kontribusi bagi terpeliharanya warisan budaya tak benda pada saat ini
dan di masa mendatang. Selanjutnya seluruh komponen masyarakat bersama
pemerintah melakukan langkah-langkah secara berkesinambungan untuk perlindungan
termasuk peningkatan kesadaran dan pengembangan kapasitas termasuk aktivitas
pendidikan dan pelatihan
Dewasa ini penggunaan batik makin beragam. Pasar ekspor batik
mencapai 125 juta dollar AS per tahun. Sekitar dua juta orang bergantung pada
usaha batik, mulai pedagang kecil dan menengah serta pemasok kebutuhan batik
beserta keluarganya. Seluruh pihak yang terkait dengan batik telah memahami dan
sepakat untuk memperjuangkan agar batik Indonesia dapat diakui oleh Unesco.
Mereka berharap, dengan telah diakuinya batik oleh Unesco, pasar (dan industri)
batik akan menjadi lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya. Dalam konteks inilah
– bahwa batik bukan sekedar budaya khas Indonesia, tetapi kekayaan
intelektual bangsa Indonesia dan nafas serta penggerak kehidupan sebagian
masyarakat Indonesia – artikel ini ditulis untuk memberikan gambaran tentang:
(1) sejarah batik Indonesia, (2) batik sebagai budaya nasional, (3) mempatenkan
batik, dan (4) industri batik dan sumbangsihnya terhadap perekonomian nasional.
Guna tetap menjaga dan mengembangkan batik sebagai warisan
budaya takbenda Indonesia, masyarakat yang mewakili enam unsur kepentingan
mendeklarasikan terbentuknya Masyarakat Batik Indonesia (MBI) yang sebelumnya
bernama Forum Masyarakat Batik Indonesia. Menurut Ketua Yayasan KADIN Indonesia
Iman Sutjipto Umar di Universitas Indonesia, Depok, hal tersebut menjadi
penting mengingat batik sebagai warisan budaya masyarakat Indonesia perlu tetap
dipelihara kelestariannya, terutama kepada generasi penerus berikutnya. Itulah
sebabnya, tutur Sutjipto, saat menjadi pemrakarsa Deklarasi pembentukan MBI di
sela-sela seminar Dinamika Pengembangan Batik Indonesia dan Pameran Batik Ikon
Budaya Bangsa, di Depok, Jabar, enam unsur kepentingan mulai dari lembaga
pemerintah, lembaga swadaya masyarakat dan yayasan, KADIN dan dunia usahanya,
juga paguyuban, kelompok dan perseorangan yang terlibat dan komit dalam budaya
babk Indonesia, termasuk juga pemerhati, pengamat, dan juga media, diharapkan
turut bersama memajukan dan mengembangkan budaya batik warisan budaya takbenda
Indonesia.
Ditegaskannya, peranan lembaga ini tidak akan mengambil alih
peran pemerintah, masyarakat, dan juga paguyuban, tetapi justru diharapkan
mewakili keinginan memajukan dan mengembangkan budaya batik, termasuk wadah
untuk membicarakan dan merumuskan kebijakan pemeliharaan dan penjagaan budaya
batik, baik dalam skala nasional dan dalam rangka kerjasama internasional.
Selain itu, pengembangan batik Indonesia juga didorong, baik dalam rangka
pengembangan desain dan motif batik, termasuk dalam rangka kerjasama dengan
lembaga perguruan tinggi. Nantinya MBI akan dilengkapi dengan sekretariat dan
perangkat organisasi lainnya yang dibutuhkan dalam upaya pendanaan dari sumber
yang sah dan tidak mengikat.
Salah satu usulan atau rekomendasi yang diharapkan akan
dihasilkan dari seminar ini adalah, dibentuknya pusat pengkajian batik yang
dikaitkan dengan wilayah Yogyakarta sebagai salah satu pusat kerajinan. Dengan
desain yang selalu berkembang secara dinamis, nantinya akan didirikan Pusat
Pengembangan Desain dan Motif di Yogyakarta. Seminar ini mengharapkan lahimya
pemikiran dari Fakultas Hmu Pengetahuan Budaya UI, untuk juga membangun pusat
kajian dan pengembangan batik Indonesia.
Perkembangan batik yang marak dalam beberapa tahun terakhir ini
juga telah ditunjukkan dengan akan dibangunnya Galeri Batik dalam kurun waktu
antara satu s/d dua tahun ke depan, yang akan diselaraskan dengan perkembangan
Museum Tekstil di Tanah Abang, Jakarta. Sementara untuk keberadaan Museum Batik
di Pekalongan saat ini, rencananya akan dipindah ke gedung eks Resi den
Pekalongan Pekalongan, guna memadukan secara sinegis seluruh daya dan kemampuan
bangsa memajukan batik Indonesia. Pakaian dengan corak sehari-hari dipakai
secara rutin dalam kegiatan bisnis dan akademis, sementara itu berbagai corak
lainnya dipakai dalam upacara pernikahan, kehamilan, juga dalam wayang,
kebutuhan nonsandang dan berbagai penampilan kesenian. Kain batik bahkan
memainkan peran utama dalam ritual tertentu. Berbagai corak Batik Indonesia
menandakan adanya berbagai pengaruh dari luar mulai dari kaligrafi Arab, burung
phoenix dari China, bunga cherry dari Jepang sampai burung merak dari India
atau Persia. Tradisi membatik diturunkan dari generasi ke generasi, batik
terkait dengan identitas budaya rakyat indonesia dan melalui berbagai arti
simbolik dari warna dan corak mengekspresikan kreatifitas dan spiritual rakyat
Indonesia.
UNESCO memasukkan Batik Indonesia ke dalam Representative List
karena telah memenuhi kriteria, antara lain kaya dengan simbol-simbol dan
filosofi kehidupan rakyat Indonesia; memberi kontribusi bagi terpeliharanya
warisan budaya takbenda pada saat ini dan di masa mendatang.
Selanjutnya seluruh komponen masyarakat bersama pemerintah
melakukan langkah-langkah secara berkesinambungan untuk perlindungan termasuk
peningkatan kesadaran dan pengembangan kapasitas termasuk aktivitas pendidikan
dan pelatihan. Dalam menyiapkan nominasi, para pihak terkait telah melakukan
berbagai aktivitas, termasuk melakukan penelitian di lapangan, pengkajian,
seminar, dan sebagainya untuk mendiskusikan isi dokumen dan memperkaya
informasi secara bebas dan terbuka. Pemerintah telah memasukkan Batik Indonesia
ke dalam Daftar Inventaris Mata Budaya Indonesia.
Pembatikan di Luar Jawa
Dari Jakarta, yang menjadi tujuan pedagang-pedagang di luar
Jawa, batik kemudian berkembang di seluruh penjuru kota-kota besar di Indonesia
yang ada di luar Jawa. Sumatera Barat (khususnya daerah Padang) adalah daerah
yang jauh dari pusat pembatikan di kota-kota Jawa, tetapi pembatikan bisa
berkembang di daerah ini. Sumatera Barat termasuk daerah konsumen batik sejak
zaman sebelum PD I, terutama batik-batik produksi Pekalongan, Solo, dan
Yogya. Di Sumatera Barat yang berkembang terlebih dahulu adalah industri tenun
tangan yang terkenal tenun Silungkang dan tenun Plekat. Pembatikan mulai
berkembang di Padang setelah pendudukan Jepang. Sejak putusnya hubungan antara
Sumatera dengan Jawa waktu pendudukan Jepang, persediaan batik yang ada pada
pedagang batik sudah habis. Ditambah lagi setelah kemerdekaan Indonesia,
hubungan antara kedua pulau bertambah sulit. Semua ini akibat blokade-blokade
Belanda. Maka pedagang-pedagang batik yang biasa berhubungan dengan pulau Jawa
mencari jalan untuk membuat batik sendiri.
Dengan hasil karya sendiri dan penelitian yang seksama, dari
batik-batik yang dibuat di Jawa, ditirulah pembuatan pola-polanya dan
diterapkan pada kayu sebagai alat cap. Obat-obat batik yang dipakai juga hasil
buatan sendiri yaitu dari tumbuh-tumbuhan seperti mengkudu, kunyit, gambir,
dammar, dan sebagainya. Bahan kain putihnya diambilkan dari kain putih bekas
dan hasil tenun tangan. Perusahaan batik pertama muncul yaitu daerah Sampan
Kabupaten Padang Pariaman tahun 1946 antara lain; Bagindo Idris, Sidi Ali, Sidi
Zakaria, Sutan Salim, Sutan Sjamsudin dan di Payakumbuh tahun 1948 Sdr. Waslim
(asal Pekalongan) dan Sutan Razab.
Setelah Padang serta kota-kota lainnya menjadi daerah pendudukan
tahun 1949, banyak pedagang batik membuka perusahaan/bengkel batik dengan
bahannya diperoleh dari Singapura melalui pelabuhan Padang dan Pakanbaru.
Tetapi, setelahpulau Jawa mulai terbuka kembali, mereka kembali berdagang dan perusahaannya
kemudian mati.
Batik Sebagai Budaya Nasional
Menilik dari sejarahnya, batik telah mengakar dalam sejarah
bangsa Indonesia. Batik tidak hanya tumbuh dan berkembang di pulai Jawa, tetapi
juga di luar pulai Jawa seperti Padang di pulau Sumatera.
Corak dan motif batik yang sangat beragam, menunjukkan kekhasan
masing-masing daerah. Motif-motif tersebut tidak hanya menjadi ciri khas
daerah, tetapi juga menjadi simbol budaya daerah tersebut. Di Jawa Timur saja,
misalnya, motif dan warna dasar batik Surabaya, berbeda dengan batik Malang
atau Mojokerto. Motif-motif batik Surabaya mewakili budaya Surabaya sebagai
daerah pesisir, sementara batik Malang tentu saja menggambarkan budaya
masyarakat Malang yang sejuk.
Mempatenkan Batik
Menurut undang-undang nomor 14 tahun 2001 tentang Paten, Paten
adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada inventor atas hasil
penemuannya di bidang teknologi. Paten diberikan untuk selama waktu tertentu
karena melaksanakan sendiri penemuannya tersebut atau memberikan persetujuannya
kepada pihak lain untuk melaksanakannya. Kita sambut gembira masuknya batik
Indonesia dalam 76 warisan budaya nonbenda dunia. Hal ini memiliki makna bahwa
kita telah mempatenkan batik sebagai warisan budaya Indonesia. Meskipun dari 76
seni dan budaya warisan dunia yang diakui Organisasi Pendidikan, Ilmu
Pengetahuan, dan Kebudayaan PBB (UNESCO), Indonesia hanya menyumbangkan satu,
sementara China 21 dan Jepang 13 warisan. Jumlah ini jangan menyurutkan rasa
gembira dan rasa syukur kita.
Semangat untuk
mempatenkan motif batik di daerah-daerah harus terus didorong. Teringatlah kita
kepada Malaysia. Demi memiliki identitas, negara itu gencar mengklaim batik,
reog, tari pendet, beberapa judul lagu, dan angklung sebagai milik sendiri.
Kita desak Malaysia meminta maaf. Dengan bermacam dalih, mereka meminta maaf
walaupun pada saat bersamaan terus mencari celah kelalaian kita. Jajak
pendapat Kompas (31/8/2009) menunjukkan reaksi keras atas
dipakainya simbol-simbol kebudayaan lokal Indonesia dalam iklan pariwisata
Malaysia. Kita bangga atas kekayaan budaya kita, sebaliknya kita tidak
mengenali dan memanfaatkannya.
Kata kuncinya kelalaian.
Kita lalai tidak mengenal budaya sendiri, alih-alih mengurus
hak kekayaan intelektual dan hak cipta. Sementara Malaysia, yang bangga atas
kemajuan ekonomi, bermasalah ketika tidak memiliki identitas budaya. Padahal
sebuah bangsa menjadi besar jika memiliki identitas yang kuat. Untuk
menghindarkan klaim negara lain terhadap produk budaya nasional, Indonesia
perlu segera mematenkannya di lembaga internasional. Kalau lalai, negara lain
seperti Malaysia akan mengklaimnya sebagai produk budaya mereka.
Contoh-contoh di atas menunjukkan urgensi dan perlu proaktifnya
pendataan dan perlindungan hak cipta atas karya pribadi dan hak paten atas
karya komunal. Kalau lalai, tidak saja kekayaan budaya hilang, bahkan berakibat
buruk hilangnya identitas budaya kita. Prosedur yang ditempuh untuk pengakuan
itu dilakukan sesuai Konvensi Unesco tahun 2003 tentang Warisan Budaya Tak
Benda. Konvensi Unesco tersebut telah diratifikasi oleh pemerintah melalui PP
Nomor 78 Tahun 2007 dan, terhitung 15 Januari 2008, Indonesia resmi menjadi
Negara Pihak Konvensi. Dengan demikian, Indonesia berhak menominasikan mata
budayanya untuk dicantumkan dalam daftar representatif Unesco. UU. Nomor 19
Tahun 2002 tentang Hak Cipta menjamin perlindungan hak kekayaan intelektual
komunal ataupun personal. Daerah diberi kebebasan mendaftarkan agar mendapat
perlindungan sebagai kekayaan budaya bangsa. Upaya itu sudah dilakukan
Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Pemprov Bali. DIY
menyangkut batik gaya Yogyakarta, sedangkan Bali terkati dengan tarian dan
tetabuhan musik. Dalam UU ini, hak cipta didefinisikan sebagai, “Hak eksklusif
bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau
memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut
peraturan perundang-undangan yang berlaku” (pasal 1 ayat 1).
Industri Batik dan
Sumbangsihnya terhadap Perekonomian Nasional
Seolah jendela dunia bisnis terbuka lebar ketika pada 2 Oktober
2009 lalu, UNESCO mendeklarasikan batik Indonesia sebagai warisan budaya dunia.
Sejatinya, inilah tantangan bagi kita untuk mengangkat batik sebagai salah satu
pilar ekonomi rakyat. Deklarasi itu ternyata mampu membangkitkan spirit “berbatik
ria” di masyarakat Indonesia. Kabarnya, penjualan batik di sejumlah gerai batik
laku keras alias laris manis. Inilah euforia batik. Dengan bahasa lebih bening,
euforia batik bakal lebih mendatangkan aura positif bagi pertumbuhan dan
pengembangan perekonomian nasional.
Bagaimana kinerja ekspor batik nasional? Mari kita lihat
realisasi ekspor batik Indonesia selama lima tahun terakhir.
Tabel 1: Nilai Ekspor Batik
Nasional 2004-2009
Tahun
|
Nilai Ekspor Batik Nasional
|
2004
|
US$ 34,41 juta
|
2005
|
US$ 12,46 juta
|
2006
|
US$ 14,27 juta
|
2007
|
US$ 20,89 juta
|
2008
|
USS 32,28 juta
|
Triwulan I 2009
|
US$ 10,86 juta
|
Sumber: Suara Pembaruan, 3 Oktober 2009.
Realisasi ekspor hingga semester 1 tahun 2009 baru mencapai US$
10,86 juta. Artinya, baru mencapai 33,64% dibandingkan dengan kinerja ekspor
pada 2008. Banyak yang berharap, euforia batik bakal mampu mengerek kinerja
ekspor batik nasional. Sehingga pada gilirannya akan mampu mendorong
pertumbuhan ekonomi dan menyerap tenaga kerja. Pemerintah menargetkan ekspor
Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) – termasuk di dalamnya batik – mencapai
sekitar US$11,8 miliar pada 2009. Itu sedikit meningkat dibanding proyeksi ekspor
tahun 2008 sebesar US$11 miliar. Industri TPT masih menjadi salah satu industri
prioritas yang akan dikembangkan karena mampu memberi kontribusi yang
signifikan bagi perekonomian nasional.
Industri TPT 2006 lalu menyerap 1,2 juta tenaga kerja, tidak termasuk
industri kecil dan rumah tangga. Selain itu menyumbang devisa sebesar US$9,45
miliar pada 2006 dan US$10,03 miliar pada 2007. Secara konsisten industri TPT
memberi surplus (net ekspor) di atas US$5 miliar dalam kurun waktu 10 tahun
terakhir ini. Oleh karena itu, pemerintah menargetkan 2009 ekspor TPT mencapai
US$11,8 miliar dengan penyerapan 1,62 juta tenaga kerja. Tantangan yang
dihadapi industri batik itu antara lain mengenai Sumber Daya Manusia (SDM).
Misalnya, generasi pembatik umumnya sudah berusia relatif lanjut, sehingga
perlu upaya khusus untuk menggugah minat kalangan muda untuk terjun ke usaha
batik. Masalah lain yang harus diatasi adalah masalah pendanaan,
ketenagakerjaan, dan penanganan penyelundupan. Saat ini industri TPT diakui
juga menghadapi masalah daya saing terkait usia mesin industri tersebut yang
sebagian besar (sekitar 75%) berusia sekitar 20 tahun sehingga membutuhkan
peremajaan mesin baru untuk bersaing di pasar internasional dan domestik yang
semakin ketat.
Dari sisi teknologi, para
pengusaha industri batik umumnya belum melakukan perbaikan sistem dan teknik
produksi agar lebih produktif dan mutunya bisa sama untuk setiap lembar kain
batik. Itu belum termasuk pemakaian zat warna alam yang masih belum mendapat
hasil stabil satu sama lain. Dilihat dari sisi ketersediaan bahan baku
sutera, jumlahnya masih kurang dari permintaan pasar. Selain itu, serat
dan benang sutera umumnya masih impor. Dari sisi pemasaran, adalah tantangan
dari negara pesaing yang semakin meluas antara lain dari Malaysia, Thailand,
Singapura, Vietnam, Afrika Selatan dan Polandia. Segi pemasaran batik Indonesia
juga belum fokus untuk mengangkat batik Indonesia sebagai high fashiondunia.
Terkait masalah Hak
Kekayaan Intelektual (HKI), ditengarai bahwa motif-motif batik tradisional,
belakangan ini banyak ditiru oleh para perajin dari negara-negara lain. Kondisi
tersebut terjadi karena usaha perlindungan HKI di negara ini belum maksimal.
Dalam kaitan tersebut, sesungguhnya kegiatan dokumentasi motif batik sudah banyak
dilakukan oleh masyarakat, bahkan Departemen Perindustrian telah mendokumentasi
sebanyak 2.788 motif batik dan tenun tradisional dalam bentuk CD (Compact Disc).
3.5 Bagaimana power
atau nilai plus dari corak batik itu, sehingga budaya batik menjadi budaya
internasional.
Sebagai bentuk apresiasi dari diakuinya batik sebagai warisan
budaya dunia oleh UNESCO, kita berharap semoga dengan apa yang telah dilakukan
oleh segenap masyarakat Indonesia, walaupun baru satu hari kita semua
bersama-sama menggunakan batik, tetapi itu bisa menjadi inspirasi untuk hal-hal
yang lain selain batik. Selain batik juga banyak sekali kekayaan budaya
Indonesia yang memang juga harus dengan teliti dipelajari dengan seksama.
Apabila telah terindikasi secara faktual bahwa itu memang kepunyaan Indonesia,
maka tidak ada halangan buat kita untuk membuat literasi bahwa itu adalah hak
kekayaan budaya Indonesia.
Batik, selain tehnik pembuatannya, kita juga bisa membuat hak
ciptanya secara bagian-perbagian. Artinya ada juga karya-karya yang merupakan
bagian dari corak batik yang sudah dikenal sebagai budaya milik Indonesia
seperti misalnya batik Parang Nusa dan lain sebagainya. Sebab itu akan menjadi
kekuatan argument tersendiri apabila misalnya batik itu diklaim oleh Negara
lain. Sebab ada pengakuan dari negara tetangga yang mengatakan sedang
mempelajari dan akan menanyakan kepada UNESCO kenapa badan dunia tersebut lebih
mengakui proses pembuatan batik dengan menggunakan canting. Jadi ini
menunjukkan bahwa masih ada hal-hal lain yang dapat kita perkuat mulai dari
sekarang, apakah itu dari motifnya, jenis-jenis bahannya dan lain sebagainya,
itu harus kita buat lebih detil lagi. Dengan kecintaan anak muda Indonesia yang
luar biasa terhadap batik, saya rasa itu menjadi semacam inspirasi, bahwa
ternyata memang kalau kita beri spirit atau semangat, masyarakat kita bisa
sangat mencintai batik atau apapun, asalkan itu produk budaya asli Indonesia.
Untuk pembenahannya, pemerintah seharusnya sudah mulai bergerak,
baik itu ke industri batik yang bersifat perorangan (home industry) ataupun
industri kolektif, dan juga industri batik yang konvensional ataupun
inkonvensional. Ini sebenarnya bisa menjadi kekayaan tersendiri buat kita, oleh
sebab itu ketika industri yang bersifat perorangan itu mampu membuat
karya-karya yang subjektif, artinya sebuah karya yang khas dengan originalitas
yang luar biasa, maka memang sebaiknya didaftarkan hak ciptanya. Dan juga akan
menjadi sesuatu yang luar biasa kalau misalnya ada terobosan inovasi yang
menarik. Saya punya keyakinan kalau misalnya kita mengenakan jas, terkadang
tidak semua orang Indonesia kalau mengenakan jas itu kelihatan luwes, walaupun
memang terlihat berkelas, tetapi tidak luwes. Tetapi kalau mengenakan batik,
orang akan terlihat berkelas, ada membuminya disitu, kesederhanaan dan
kepribadian yang menonjol, jadi melengkapi semuanya, di satu sisi dia elegan
dan di sisi lainnya dia membumi dengan kesederhanaannya.
Itulah kelebihan batik dibandingkan dengan busana lainnya dan
jas sekalipun, dan itu harus kita pertahankan. Apalagi jika dibandingkan dengan
batik dari negara lain, ternyata batik Indonesia itu menang motif. Memang ada
orang yang mengatakan bahwa yang mendisain batik Indonesia yang pertama itu
adalah orang-orang China, tetapi kalau kita melihat sejarah budaya dengan
cerita dan tahun-tahun yang terjadi pada abad-abad sebelum ini, awal-awalnya
itu memang kelihatan sekali corak desain Chinanya, dan itu bisa kita temui
seperti di Semarang dan di daerah-daerah utara. Di daerah perkotaan terkadang
masih kita jumpai ada orang yang membuat batik, tetapi batiknya berbeda dengan
batik orang-orang yang ada di Yogya, Solo ataupun Pekalongan. Jadi saya yakin
bahwa motif-motif itu akan menjadi kekuatan kita dan dengan begitu kita bisa
katakan bahwa batik ini adalah yang teralkulturisasi dengan China dan ini
adalah batik kita yang original. Batik itu dicintai oleh segenap lapisan
masyarakat, dan saya yakin batik akan memiliki tempat tersendiri dihati
masyarakat Indonesia. Rasa kecintaan itu akan tumbuh dengan sendirinya, mungkin
awal-awalnya memang harus didorong, tetapi saya optimis bahwa batik akan
dicintai dengan sepenuh hati. Jadi tanpa kegiatan apapun, batik akan tetap
menjadi sesuatu yang dicintai oleh segenap bangsa Indonesia
Bab
IV
Penutup
4.1 Kesimpulan
Batik merupakan produk budaya Indonesia yang sangat unik dan
merupakan kekayaan budaya yang harus dilestarikan dan dibudidayakan. Batik juga
merupakan salah satu solusi potensial untuk mendongkrak devisa negara melalui
revitalisasi industri kecil dan menengah. Hingga kini busana batik digunakan
sebagai pakaian yang sangat eksotisatik. Batik telah ada sejak zaman kerajaan
Majapahit dan kemudian memperluas tepat di masa kerajaan Mataran, Solo, dan
Yogyakarta. Kain batik merupakan kain universal yang terdapat di berbagai
negara, walaupun begitu, dunia mengakui bahwa batik berkembang pesat di
Indonesia.
Batik Indonesia diakui oleh dunia sebagai batik yang betul-betul
sempurna keindahannya, baik mengenai desain maupun proses pembuatannya. Namun
sepertinya baju Batik yang merupakan produk peradaban dan kebudayaan Nusantara
kita sedang hampir mengalami ‘kecolongan’. Seni Batik kurang terperhatikan
untuk diberdayakan sebagai sumber devisa yang sangat potensial. Jika kondisi
ini kita relakan berjalan dengan apa adanya, maka bisa diprediksikan negara
kita akan mengalami kerugian yang sangat memprihatinkan. Kerugian tersebut
tidak hanya dari segi materi yang mana bisa kita daya gunakan untuk mendongkrak
devisa negara melalui sektor pariwisata maupun ekspor-impor. melainkan juga
kerugian dari segi keotentikannya sebagai produk peradaban bangsa Indonesia
akan terancam semakin samar di mata dunia internasioanal dan lama kelamaan akan
luntur ditelan zaman.
4.2 saran
Cinta dan penggunaan terhadap produk batik dalam negeri memiliki
banyak sisi positif sehingga patut dilakukan. Disarankan pula agar tidak
membeli dan menggunakan produk dalam negeri begitu saja, akan lebih baik bila
disertai pula dengan rasa cinta tanah air sehingga dapat menjadi sikap
nasionalisme yang baik. Dengan demikian semoga kedepannya kita lebih mengenal
dan mencintai budaya nasional warisan leluhur kita khususnya batik dalam semua
kekreatifan kita dalam semua aktifitas yang kita lakukan agar dapat menjaganya
dan berharap supaya masyarakat bisa memahaminya dan terus mempertahankan
kesenian ini. Agar kita selalu memilki kesenian yang telah dimilki Indonesia
sejak dulu.
Batik Indonesia
TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN SAUDARA
Judul: Pengaruh Batik yang sudah menjadi Kebudayaan di Dunia
Ditulis oleh KAK DOTO
Rating Blog 5 dari 5
Semoga artikel ini bermanfaat bagi saudara. Jika ingin mengutip, baik itu sebagian atau keseluruhan dari isi artikel ini harap menyertakan link dofollow ke https://batikjoss.blogspot.com/2018/07/pengaruh-batik-yang-sudah-menjadi.html. Terima kasih sudah singgah membaca artikel ini.Ditulis oleh KAK DOTO
Rating Blog 5 dari 5
1 komentar:
At Insim We encourage our readers to provide Quality news . Get latest technology, health, fitness, culture, sport, travel and lifestyle news around the world.
Posting Komentar