CARA MEMBATIK

Posted by KAK DOTO Kamis, 30 Mei 2013 0 komentar


Kalau hanya melihat pola dan motif dari sehelai batik yang sudah jadi,kita tidak akan bisa memahami dan menghargai betapa cukup rumitnya prosedur di dalam proses pembuatan seni batik tulis itu.Tidak akan menduga adanya faktor-faktor teknis dan non teknis yang dapat menyebabkan di dalam seni batik tulis selalu ada unsur ‘surprise‘ yang mengakibatkan setiap helai batik tidak akan sama persis walaupun mempunyai pola dan susunan warna yang dibuat sama.
Inti dari cara membatik adalah ‘cara penutupan‘,yaitu menutupi bagian kain atau bahan dasar yang tidak hendak diberi warna dengan bahan penutup,dalam hal ini berupa lilin.Pada awalnya penggunaan lilin dengan cara diteteskan pada kain,oleh karena itu ada paham yang mengembalikan arti kata batik pada suku kata ‘tik yang berarti titik atau tetes.
Bahan utama dari teknik membatik adalah berupa kain putih,baik yang halus maupun yang kasar,lilin sebagai bahan penutup dan zat warna.Kualitas kain putih sangat mempengaruhi hasil seni batik.Jadi makin halus kain putih yang dipakai makin bagus hasil pembatikannya,yaitu makin jelas pola dan perbedaan warnanya.Dahulu di kota Juwana,daerah utara Jawa Tengah pernah dipakai bahan sutera shantung murni yang menghasilkan selendang dan sarung batik sutera yang sangat terkenal akan kehalusannya.
Dahulu lilin lebah dipakai sebagai satu-satunya bahan penutup,namun dengan perkembangan industri dan pengolahan minyak tanah dewasa ini dipakailah lilin buatan pabrik berupa paraffine,microwax,dan lain-lain,baik yang murni atau campuran dengan bahan lilin alam.Lilin merupakan bahan penutup yang sangat tepat,karena mudah dituliskan pada kain,tetap melekat sewaktu dicelupkan dalam cairan pewarna,dan mudah dihilangkan di saat tidak digunakan lagi.Di Banten,ada yang memakai bahan penutupnya berupa bubur beras ketan yaitu pada kain Simbut.
Foto Lilin penutup atau malam di atas Anglo
Lilin penutup hanya bisa dipakai atau dituliskan dalam keadaan cair,untuk itu pembatik harus memanaskan lilinnya dalam sebuah wajan kecil yang ditaruh di atas api dalam suatu anglo.Suhu lilin haruslah tepat,tidak boleh terlalu panas atau terlalu dingin.Kalau terlalu panas,lilin akan jauh meresap ke dalam kain sehingga akan sukar untuk dihilangkan,sedangkan kalau suhunya tidak cukup panas akan terlalu mengental sehingga akan sukar keluar dari alat penulis atau canting.Jika dirasakan suhunya terlalu panas,maka pembatik akan mengangkat wajannya dari api anglo.
Foto Beberapa jenis Canting
Alat penulis yang khas yang dinamakan canting ini terbuat dari bambu dan tembaga.Gagang atau tempat pemegang ini terbuat dari bambu,sedangkan kepalanya yang dipakai untuk menyendok dan mencucurkan lilin terbuat dari tembaga.Mulut canting berupa pembuluh bengkok yang besarnya berbeda-beda,dan dari mulutnya ini melelehkan cairan lilin,yang mirip dengan pulpen.
Kain putih yang dilampirkan pada sebuah rak kayu atau gawangan dipegang dengan tangan kiri sebagai tatakan,sedangkan tangan kanan memegang canting.
Berikut ini akan diuraikan tahap-tahap di dalam proses pembuatan batik tulis.Istilah-istilah yang diuraikan nantinya memakai istilah yang lazim dipakai dalam dunia batik Jawa.
1.) Pengolahan persiapan kain putih
Tujuannya adalah supaya lilin mudah melekat dan tidak mudah rusak sewaktu dilakukan pencelupan.Disamping juga supaya zat-zat warna itu mudah meresap.Dahulu dipakai zat warna dari tumbuh-tumbuhan,namun karena prosesnya yang memakan waktu lama,maka sekarang dipakai zat pewarna pabrik.Pengolahan ini terdiri atas mencuci kain putih yang telah dipotong-potong dengan air bersih agar hilang kanji perekatnya kemudian diremas serta direndam dalam minyak jarak(Ricinus Communis L) atau kacang(Arachis hypogala).Kemudian untuk menghilangkan kelebihan minyak,maka kain direndam dalam air saringan abu merang.Menurut cara modern merang ini diganti dengan larutan soda,yang dapat mempercepat waktu dan lebih mudah dipakai.Ini disebut ngetel atau ngloyor.Untuk kain mori yang kualitas tertinggi seperti primisima tidak perlu dikanji lebih dahulu,karena ketebalan kanjinya telah memenuhi syarat.Pada mulanya diselang-seling dengan penjemuran di panas sinar matahari,sehingga memakan waktu berhari-hari.Kain putih yang telah mendapat pengolahan ini kemudian dilicinkan dengan menaruhnya di atas sebilah kayu dan dipukul-pukul dengan pemukul kayu juga,ini dinamakan dengan ngemplong.
2.) Ngrengreng
Gambaran pertama dengan lilin cair di atas kain inilah disebut dengan ngrengreng ada yang menyebut juga dengan nglowong.Pada tahap ini si pembatik duduk  di atas bangku kecil atau bersila di muka gawangannya,menyendok lilin cair dari wajannya dengan canting lalu memulai membuat garis-garis atau titik-titik sesuai dengan pola-pola yang dikehendakinya.Suhu lilin cair harus dipertahankan tidak terlalu panas agar tidak terlalu meresap sehingga sukar untuk dihilangkan atau mudah remuk,sedangkan lilin yang kurang panas akan lekas kental sehingga sukar keluar dari mulut canting.Demikian juga dengan posisi canting harus tepat,tidak boleh terlalu miring atau terlalu tegak.Canting akan mengikuti pola-pola yang sudah digambar lebih dahulu dengan arang atau potlot oleh seorang tukang pola,atau bisa juga dibuat langsung oleh si pembatik yang telah mumpuni/mahir di luar kepala.Gambaran lilin ini kemudian diteruskan di belahan sebaliknya yang akan menjadi bagian dalam kain batik,pekerjaan ini dinamakan dengan nerusi.Itulah sebabnya bahan kain putih tidak boleh terlalu tebal,agar tidak menyulitkan pekerjaan meneruskan gambaran pertama itu.
3.) Nembok
Pekerjaan menutupi bagian-bagian yang tidak boleh kena warna dasar ini disebut dengan nembok.Bagian kain yang tidak boleh terkena warna dasar,dalam hal ini warna biru tua,ditutupi dengan lapisan lilin,yang seolah-olah merupakan tembok penahan.Pekerjaan ini juga dilakukan di sebelah dalam kain.
Penembokan adalah cara penting dalam pembuatan kain batik,karena apabila lapisan penemboknya kurang kuat/tebal maka zat pewarnanya dapat menembus bahkan mungkin bisa merusak seluruh kain.Menembok bisa juga dilakukan dengan cap.
4.) Pencelupan
Pencelupan pertama untuk mendapatkan warna dasar biru ini disebut dengan medel.Dahulu pekerjaan ini dicelupkan di dalam cairan pewarna yang berasal dari tumbuh-tumbuhan,yaitu dari indigo atau nila(Indigofera tinctoria L),dan memakan waktu berhari-hari diselingi dengan penjemuran di panas sinar matahari.Tukang celup atau perusahaan batik mempunyai  ‘rahasia’ ramuan yang diwariskan turun temurun pada generasinya masing-masing.Berbagai macam bahan dimasukkan ke dalam jambangan celup,dari mulai  gula kelapa,tape,pisang kluthuk,sampai potongan-potongan daging ayam.Semuanya itu bertujuan untuk menambah bersinarnya atau gemilangnya warna biru nila atau indigo yang sampai sekarang belum terkalahkan indahnya.Namun sekarang dengan dipakainya pewarna kimia pabrik telah menghilangkan sifat misterius dan romantisnya pencelupan.Zat pewarna seperti naphtol atau indigosol yang umum dipakai hanya memakan beberapa menit untuk meresap.Walaupun demikian untuk dapat memperoleh warna yang baik dan indah masih tetap memerlukan ‘tangan dingin’ disamping pengetahuan akan campuran bahan kimia.
5.) Pembuangan Lilin
Tahap pembuangan lilin ini disebut dengan ngesik atau nglorod.Tujuannya adalah menghilangkan lilin penutup dari bagian-bagian yang nantinya akan diberi warna sawo matang(soga).Caranya dengan memasukkan kain di dalam cairan mendidih sehingga lilin menjadi cair kembali atau dengan jalan mengerik dengan sebuah pisau pengerik atau cawuk.Cara dengan memasukkan ke dalam cairan yang mendidih itu lebih baik daripada dengan mengerik,sebab dengan pengerikan mungkin tidak terlalu bersih dan teliti sehingga akan mempengaruhi gambaran nantinya setelah disoga.
6.) Mbironi
Bagian yang telah mendapat warna biru dan tidak boleh terkena warna soga,kemudian ditutup lagi dengan lilin,pekerjaan ini dinamakan dengan mbironi,yang juga diteruskan pada bagian sebelah dalam kain.
7.) Menyoga
Tahap selanjutnya adalah mencelupkan dalam zat warna coklat atau sawo matang.Soga(Peltophorum ferrugineum Benth),yaitu salah satu kayu-kayuan yang dipakai untuk mendapatkan warna sawo matang.Untuk tiap daerah atau perusahaan batik memiliki resep yang berbeda-beda yang merupakan ‘rahasia’ untuk mendapatkan warna sawo matang ini.Dan juga disesuaikan dengan selera masing-masing daerah,ada yang menyukai warna soga keemasan ada yang lebih senang warna yang lebih tua kemerahan,dan lain-lain.Warna coklat dari bahan kimia tidak memerlukan waktu yang lama buat meresap hanya butuh waktu tidak sampai setengah jam saja.Setelah penyogaan,kemudian dilakukan proses nglorod(pembuangan lilin) kembali.
Kadang-kadang diperlukan satu tahap lagi yang disebut dengan saren,yang gunanya supaya warna coklat itu tetap awet dan bertambah indah.Saren ini memakai air aren yang dicampuri dengan air kapur dan tumbuh-tumbuhan lainnya.Seringkali pekerjaan pemberian saren ini bagi beberapa pembatik sama pentingnya dengan menyoga.Setelah lilin terbuang seluruhnya,maka tampaklah kain batik dengan warna-warna dasar biru tua dengan gambaran sawo matang diselingi dengan warna putih gading.Makin sulit pola dan banyak susunan warnanya,maka akan makin lama proses pembuatannya.
TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN SAUDARA
Judul: CARA MEMBATIK
Ditulis oleh KAK DOTO
Rating Blog 5 dari 5
Semoga artikel ini bermanfaat bagi saudara. Jika ingin mengutip, baik itu sebagian atau keseluruhan dari isi artikel ini harap menyertakan link dofollow ke http://batikjoss.blogspot.com/2013/05/cara-membatik.html. Terima kasih sudah singgah membaca artikel ini.

0 komentar:

Posting Komentar

trikmudahseo.blogspot.com support www.evafashionstore.com - Original design by Bamz | Copyright of BATIK INDONESIA.